Selasa, 15 September 2015

Cuap-Cuap

 
           Ada kata yang melulu diulang dalam setiap penjelasan profil Banda Neira: Iseng, nekat, kurang persiapan, tinggal beda pulau, dan tak bakal ada yang dengar. Tanpa dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi, memang seperti itulah adanya Banda Neira. Awalnya band (keukeuh tak mau disebut duo) ini cuma proyek iseng belaka.
           Iseng-iseng di sela-sela pulang kerja dan kerja lagi kami bikin lagu. Lalu Rara yang tadinya tinggal di Jakarta tiba-tiba pindah ke Bali. Sebelum berpisah kami nekat menyewa studio, merekam empat lagu yang kami punya: Di Atas Kapal Kertas, Ke Entah Berantah, Kau Keluhkan, dan Rindu (musikalisasi puisi Subagio Sastrowardoyo).
Empat lagu itu kami rekam dalam enam jam. Di beberapa bagian banyak yang ngaco, tapi cuek lah, kami pikir tak bakal ada yang dengar juga. “Paling yang dengar keluarga Badudu dan anak-anak M edia Parahyangan (MP). Keluargaku sih ga banyak nan, hahaha” kata Rara suatu kali.
           Oh iya, sekadar gambaran, keluarga Badudu itu kalau dihitung dari kakek sampai cicit jumlahnya ada 43 orang. Anak MP ya lumayan mungkin ada 40-an juga. Keluarga Rara ga terlalu besar, ada Ibu, Bapa, dan adenya yang adalah musisi beneran yang super jenius. Sisanya eyang-eyang, sepupu dan tante-oom yang kayanya ga gitu ngerti dunia persoundcloud-an, tapi gapapa sih karena Rara punya Ibu yang tiap pagi pasti ngeplay lagu anaknya. Haha.Ya setidak-tidaknya setelah kami rekaman ada lah yang memencet tombol play di lagu Banda Neira nanti.
          Kami berdua semula berpikir setelah rekaman ya kami lanjut dengan kehidupan masing-masing. Dan Banda Neira, yaa, susah juga ya sekarang tinggal beda pulau. Jadi sepertinya akan dibiarkan saja setengah vakum, tapi kalau ada ide lagu ya boleh lah dicoba.
          Hasil rekaman iseng itu kemudian kami unggah di soundcloud. Wow. Ternyata lumayan banyak juga yang dengar. Agak malu karena kami pikir lagu-lagu itu freak semua.
Ada lagu tentang gadis kecil naik kapal kertas , ada yang katanya rindu tapi menyayat seperti belati. Lalu tersesat ke entah berantah yang menuai kritik karena salah dari segi tata bahasa, seharusnya ke antah berantah. Dan terakhir ada surya yang bicara pada manusia malam-malam. Dipikir-pikir surya mana yang muncul malam-malam?
Singkat cerita dugaan awal kami soal pendengar salah total. Ternyata, selain keluarga Badudu, keluarga Rara, dan anak-anak Media Parahyangan, ada juga yang mendengarkan album di Paruh Waktu Banda Neira.
Ekspektasi yang rendah -atau malah tidak ada ekspektasi sama sekali- justru jadi keberuntungan bagi Banda Neira. Kami jadi mudah sekali semangat. Kami masih tak bisa jelaskan bagaimana satu cuit di twitter tentang Banda Neira bisa bikin semangat kerja berhari-hari, dan yang lebih penting adalah semangat bikin lagu baru lagi.
Kemudian kami sepakat meneruskan proyek iseng ini. Tarafnya ditingkatkan sedikit dari iseng ke iseng tapi digarap lumayan serius. Lagu-lagu Banda Neira mendadak jadi banyak. Agustus kami punya empat lagu. Tiba-tiba Desember ada tambahan enam lagu baru. Dan tanggal 26-27 Desember nanti, kami berencana merekam enam lagu itu untuk full album Banda Neira.
Salam, 

Banda Neira
Ananda Badudu dan Rara SekarDesember 2012

Mengapa bernama Banda Neira?
 

Banda Neira adalah nama pulau yang berada di Maluku, bagian Timur Indonesia. Pada masa perjuangan kemerdekaan, beberapa pejuang dan bapak penemu bangsa sempat dibuang oleh Belanda ke sana. Di antaranya Sjahrir dan Hatta. Banyak cerita menarik yang ditulis Sjahrir tentang Banda Neira. Dari catatan hariannya orang bisa tahu ia tak merasa seperti orang buangan ketika diasingkan ke sana. Barangkali karena pulaunya luar biasa indah dan masyarakatnya menarik. Sementara Hatta sibuk baca buku, Sjahrir asik bermain dan mengajar anak-anak setempat. ”Di sini benar-benar sebuah firdaus”, tulisnya di awal Juni 1936. Dari pulau dan cerita inilah nama band ini diambil.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com